Rabu, April 16, 2008

Akhir dari sakit Mama (Hikmah di balik sakitnya Mama-4)

Sudah lebih dari dua minggu mama koma di ICU, dan seperti biasa, kami tancap gas dari kantor di Sunter jam 5 sore untuk mengejar jam besuk mama di ICU yang hanya diberikan selama 1 jam saja (jam 5 sore sampai jam 6 sore).

Biasanya kami sampai di RS sekitar jam 6 kurang atau bahkan jam 6 lewat. Senin tanggal 31 Maret 2008 kami bahkan sampai di RS jam 6.15. Untung perawat di ICU masih memberi kami kesempatan membacakan doa untuk Mama.
===
Hari ini tanggal 1 April 2008, aktivitas berjalan tidak seperti biasanya.
Entah mengapa saya sepertinya terdesak untuk segera closing bulanan. Padahal laporan konsolidasi bank asli belum kami terima. Dan di saat sedang sibuk tersebut, sayapun tergoda untuk ikut bersama teman-teman ke Gramedia dan Gunung Agung. Entah mengapa... padahal kan laporan bulanan harus segera saya selesaikan.

Di toko bukupun, mata ini hanya tertarik pada buku yang membahas mengenai sakaratul maut. Entah mengapa (lagi) saya begitu yakin kalau Mama sedang dalam masa sakaratul maut.
Sayalah yang menemani beliau di malam terakhir beliau tersadar.
Jam 1 malam beliau ‘marah’ minta pulang ke rumah. Mama bahkan menyuruh Tina (pembantu yang begitu setia merawat mama) untuk mengambil uang di dompetnya untuk naik taxi malam-malam. Mama kemudian minta pintu dibuka, minta digendong dan minta Mandi....! Kata-kata ‘mandi’ benar-benar kata yang sangat menakutkan bagiku. Aku teringat cerita orang-orang yang sakaratul maut, yang rata-rata minta dimandikan sebelum meninggal... Ah...Cepat-cepat kubuang pikiran tersebut....

Akhirnya, aku putuskan membeli buku Yasiin Fadhilah setebal 46 halaman setelah sekian lama tidak ketemu juga buku yang khusus membahas sakaratul Maut.

Kembali ke kantor, kukejar kembali pekerjaan yang tertinggal. Cepat-cepat kuserahkan hitungan-hitungan yang dibutuhkan bagian akunting untuk closing, agar seandainya terjadi apa-apa mereka segera dapat menyelesaikan pekerjaannya. Ya... aku tidak tau mengapa rasanya ‘ajal’ semakin mendekati mama...

===

Tepat jam 5 sore aku telah sampai di kantor suami, kamipun segera menuju RS. Keanehan terjadi lagi, jalanan begitu lapang sekali, bahkan jam ½ 6 kami telah sampai ruang ICU.

Segera saja suamiku membacakan yaasiin fadhilah dan akupun membacakan surat yaasiin. Pembacaan surat yaasiin kali ini begitu menegangkan. 2 X mesin tensimeter berubah mencari tekanan terbaru. Bahkan turunnya pu n sangat drastis. Dari 74/38 menjadi tinggal 61/35...

Mata kami terus melihat ke mesin tensimeter dan jantung. Rasanya berat sekali keluar, kami tergoda untuk menunggu angka tensi terbaru... akankah angkat tersebut terus menurun?

Tapi rupanya mesin itu tidak berubah lagi. Segera saja kudekatkan wajah ini ke telinga mama, kukatakan kata-kata yang begitu berat rasanya, yang begitu mencekat di tenggorokan ini;

“Ma... kami sudah ikhlas. Mama kan katanya mau pulang, mau melihat rumah baru? ‘Pulang’ saja Ma, rumahnya sudah siap kok... pasti mama senang.

Mama kan juga kangen sama (Alm) Bapak. Insya Allah mama bisa ketemu Bapak dan Bapak akan senang bertemu Mama.

Mama katanya juga pengen ketemu Rasul kan Ma.... dan ketemu Allah. Allah sayang lho sama Mama. Mama pasti senang bertemu dengan Allah...”

Tanpa terasa air mata ini terus mengalir dan tenggorokan ini semakin tercekat...semakin sulit mengeluarkan kata-kata perpisahan yang 'indah' tersebut. Mama akan segera bertemu Rasul dan Allah... Bukankah itu tujuan akhir hidup kita?

Sebelum keluar, ku sempatkan membacakan kalimat istighfar dan syahadat di telinga mama...
Insya Allah mama mendengarnya walaupun dia tertidur dalam koma....

===

Kamipun berkumpul kembali di kamar 308 tempat kami menginap. Kami putuskan tidak akan ada yang pulang malam ini.
Kakak sudah ada, adik sedang bersiap dari kantornya di Juanda sementara kembaranku sedang interview.

Pukul 7:30 kembaranku tiba di parkiran RS. Dan selang 5 menit kemudian telpon kamar berdering. Rupanya panggilan dari kamar ICU. Kamipun berlari kencang menuju lantai 4... masuk ke ruang ICU...

Kulihat pemandangan yang tidak ingin ‘kulihat’... dokter dan perawat sedang berjuang memompa jantung mama. Kami tau saat-saat terakhir mama telah tiba.

Allah telah mengabulkan doa kami, kami berdoa agar di saat terakhirnya Mama didampingi dengan orang-orang yang mencintainya. Alhamdulillah kembaranku dapat segera berkumpul bersama kami, dan mendoakan mama di saat-saat terakhirnya.

Dengan tenang suamiku terus mentalkinkan mama sementara kami membaca doa sakaratul maut.

Kemudian dengan sedikit hentakan kepala ke atas, mama menghembuskan napas terakhirnya... Inna lillahi wa inna ilaihi ro’jiuun. Ya... tepat pukul 7.41 Mama wafat.


WAJAH ITU BEGITU TENANG :

Jam 11 malam jenazah tiba di rumah duka.

Suamiku pun berkata, bukalah kain penutup wajah jenazah mama.

Akupun memberanikan diri mendekat dan dengan mengucap Basmallah kubuka pelan-pelan kain penutup wajah jenazah tersebut.


Subhanallah Alhamdulillah Allahu Akbar... wajah itu.... begitu bening, tenang dan cantik. Mama terlihat putih dan alisnya tergaris teratur sekali... Beliau bagaikan sedang tertidur nyenyak... Dan wajahnya seperti fotonya ketika gadis...

Banyak rekan-rekan dan saudara mama mengatakan hal yang sama, mama 'cantik' dan bersih.

Begitupun ketika memandikan jenazah. Tidak kutemukan tanda-tanda lebam bekas luka di perutnya hingga paha yang sempat kulihat ketika mama terbaring di ICU. Semuanya terlihat normal....Subhanallah...

===
Akupun teringat janji Allah, bahwa sakit itu menggugurkan sebagian dosa....

Well friends, Insya Allah sakitnya mama yang begitu parah telah mengguggurkan sebagian dosa-dosanya....Insya Allah.










Mama telah 'berkumpul' kembali dengan Bapak di TPU Jeruk Purut.