Senin, Mei 30, 2011

Kisah Sepapan Pete

Kalau kita bertanya kepada sebagaian besar wanita jaman sekarang, "supermarket atau pasar tradisionalkah pilihan anda?"
Tentu (saya yakin) sebagian besar akan memilih lebih menikmati berbelanja di supermarket karena kebersihan, kenyamannya.

Bagi saya pribadi, saya lebih mencintai berbelanja di pasar tradisional, selain murah, saya mendapati beberapa hikmah kehidupan di dalam pasar itu. Selain tentunya, kesempatan bersedekah buat para dhuafa yang tentunya tidak akan kita dapati di dalam sebuah supermarket.

Pagi ini saya masuk ke pasar lewat pintu belakang. Berjalan beberapa meter dekat pintu pasar, terdengar seorang ibu menawar sebuah pepaya. Kecil bentuknya hanya sebesar buah mangga.

"Berapa bu?", tanyanya.

"Sebentar saya timbang dulu ya," jawab di penjual.

"3.500 bu... " lanjutnya.

"Wah mahal sekali? dua ribu saja ya?" tawar pembeli itu.

"Tidak bisa lah bu, sekarang itu pepaya 5.000 sekilo...... Ya sudahlah, saya turunin 3.000 ya", jawab si ibu pedagang buah pepaya.

"Ya sudah saya ambil", jawab si ibu sambil menimang nimang pepaya yang disenanginya itu.

"Ini Bu uangnya".

"lho, kok 2.500, kan 3.000?"

"ah sudahlah Bu, 2.500 saja ya, kan kecil" jawabnya enteng sambil tersenyum menang....

Sang penjual kemudian, berucap kepadaku, "Ah biar sajalah, mungkin nanti rezeki dari pembeli lain"......

Subhanallah.... mana mungkin saya dapat menyaksikan drama kehidupan yang dapat mengajarkan saya ikhlas mencari rezeki, dan mengajarkan saya perbuatan yang perbuatan curang yang menyakiti hati orang lain di pasar modern?

Semakin ke dalam pasar semakin riuh suasananya....

Di salah satu penjaja sayur saya harus rela bersabar menunggu para ibu yang berebut dilayani.
Ada yang melempar pilihan sayurnya ke abang penjual agar segera ditimbang dan dihitung.
Adapula ibu ibu yang pasang suara dengan treble tinggi agar didengar si abang.

Sayapun harus bersabar menunggu mereka dilayani.
Saya pilih pilih saja beberapa sayur yang akan dibeli dan menaruhnya dekat ke sang penjual...

Sang pedagang pun hanya melihat sekilas dan bertanya, "Mana Bu?"
"Itu bang", jawab saya.
Tetapi si abangpun tidak menimbang sayur saya karena bombardir ibu ibu lain yang semakin hebat....

Selang tiga pembeli, si abang mengambil sayuran saya, menimbang dan menyebutkan jumlahnya.
Beberapa lembar uang pun berpindah ke tangan si pedagang.

Sembari mengembalikan Rp. 2.000 ke tangan saya, si abang memasukkan sepapan pete ke belanjaan saya.

"Lho bang, saya kan tidak beli pete", tanya saya heran

"Ah, tidak papa Bu, upah sabar menunggu!"...

Subhanallah, Alhamdulillah, AllahuAkbar..... indah sekali!
Sekali lagi, tidak mungkin saya mengalami interaksi seperti ini ini di supermarket...

Ternyata begitu banyak, interaksi yang dapat kita rasakan dan pelajari, apabila kita mau berbaur dengan umat Allah lainnya di tempat seperti ini.

=====

Terbayang di mata ini, bagaimana nantinya apabila kehidupan ini semakin modern, semakin maju, semakin praktis. dan manusia semakin bergerak begitu cepat dan dinamis.....
Masih adakah sepapan pete akan mampir ke belanjaanku?