Jumat, Maret 11, 2011

Sebelum Ajal Menjemput

Sebagai orang yang senang bepergian, entah mengapa, ketika harus bepergian dengan pesawat, terutama saat take-off dan landing, saya selalu berdoa dengan berlebihan......Terbayang di pelupuk mata ini, peristiwa-peristiwa kecelakaan pesawat yang mengerikan, dengan para penumpang dan awak pesawat yang jarang dapat diselamatkan.

Namun ketika saya bepergian dengan mobil, bis, kapal ataupun kereta api, saya hanya berdoa seperlunya dengan doa-doa standard. Mengapa begitu? karena saya merasa masih berpijak di muka bumi, sehingga apabila terjadi kecelakaanpun kemungkinan diselamatkan masih memiliki probabilita yang lebih besar dibandingkan kecelakaan di atas langit sana....

------

Tanpa disengaja, suatu saat saya teringat akan suatu ketetapan Allah SWT bahwa Ajal itu digenggamanNya... kita tidak dapat memundurkannya atau bersembunyi darinya walaupun di dalam benteng yang sangat kokoh...

Saya pun tersadar, mengapa saya harus berlebihan? Bukankah seandainya saat ini apabila saya tidak sedang naik pesawat, saya pun akan wafat ketika kontrak saya di dunia ini sudah habis?

Mengapa saya harus takut?

Seharusnya saya takut karena saat Ajal menjemput saya belum banyak berbuat baik di dunia ini...

Selayaknya saya takut bukan dengan kematian itu sendiri tapi takut dengan cara saya mati, akankah saya mati dalam keadaan baik atau dalam keadaan buruk???

------------

Ternyata apa yang saya alami tersebut, mengingatkan saya akan sesuatu hal yang selayaknya tidak kita lakukan....

Ingat tidak frens, kadang kala ketika kita mendapati berita kematian, kita sering berucap...

"Coba tadi dia tidak jadi pergi....."

"Duh seandainya lebih cepat dibawa ke Rumah Sakit....."

"Wah ....Mestinya tadi dia jangan melamun...."

dan berbagai pengandaian lainnya....

Sebenarnya frens, apa yang telah kita ucapkan itu, tanpa kita sadari merupakan suatu penolakan terhadap kehendak Allah!... Ingatlah, bahwa Ajal itu merupakan suatu ketetapan....

Apa yang sepatutnya kita pikirkan adalah Bagaimana seseorang itu dapat wafat dalam keadaan baik....

Oleh karena itu Frens, marilah mulai saat ini kita tidak berandai-andai bagaimana seseorang dapat menghindari Ajal, tetapi marilah kita mulai belajar melihat bagaimana seseorang itu wafat, apakah dalam keadaan khusnul khotimah atau su'ul khotimah agar dapat menjadi peringatan bagi diri kita........

-----------

Berikut penjelasan lengkap mengenail Ajal yang dikutip dari website Erasmuslim, Antara Rezeki, Jodoh dan Ajal Senin, 29/11/2010 13:37 WIB

Dari sini ajal al-insân (ajal manusia) adalah akhir kehidupan seseorang atau habisnya umur seseorang. Artinya, saat ajal seseorang itu tiba, saat itu pulalah kematian datang menjemputnya.

Di dalam al-Quran kata ajal dan bentukannya disebutkan sekitar 55 kali. Di antaranya

dalam arti jangka waktu (misal: QS al-Baqarah [2]: 231, 232, 234, 235; al-A’raf [7]: 135); umur (misal; QS al-A’raf [7]: 34; Yunus [10]: 11, 49); akhir umur/akhir kehidupan (misal: QS an-Nahl [16]: 61; Fathir [35]: 45).

Sebab Kematian: Berakhirnya Ajal

Ayat al-Quran yang qath’i tsubut dan qath’i dilalah menyatakan secara pasti bahwa Allah SWT sajalah Zat Yang menghidupkan dan mematikan. Allah SWT berfirman:

وَاللَّهُ يُحْيِي وَيُمِيتُ

Allah menghidupkan dan mematikan (QS. Ali Imran [3]: 156).

Al-Quran juga menegaskan hal ini pada banyak ayat lainnya (lihat QS. al-Baqarah [2]: 73, at-Tawbah [9]: 116, Yunus [10]: 56, al-Hajj [22]: 6, al-Mu’minun [23]: 80, al-Hadid [57]: 2).

Allah SWT telah menetapkan ajal bagi tiap-tiap umat maupun individu. Kematian, yaitu datangnya ajal, telah ditentukan waktunya sebagai suatu ketetapan dari Allah yang tidak bisa dimajukan maupun dimundurkan. Allah SWT berfirman:

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلا

Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. (QS. Ali Imran [3]: 145).

مَا تَسْبِقُ مِنْ أُمَّةٍ أَجَلَهَا وَمَا يَسْتَأْخِرُونَ

Tidak ada suatu umat pun yang dapat mendahului ajalnya dan tidak pula dapat memundurkannya (QS. al-Hijr [15]: 5; al-Mu’minun [23]: 43)

Pernyataan senada antara lain terdapat dalam QS. Yunus [10]: 49; an-Nahl [16]: 61 dan QS al-Munafiqun [63]: 11. Jadi, habisnya ajal atau datangnya kematian adalah sesuatu yang pasti (QS al-‘Ankabut [29]: 5). Karena kematian adalah pasti datangnya maka manusia tidak akan bisa lari menghindar darinya. Allah SWT menegaskan:

قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاقِيكُمْ

Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kalian lari darinya tetp akan menemui kalian.” (QS. al-Jumu’ah [62]: 8).

Allah SWT juga menegaskan:

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ

Di mana saja kalian berada, kematian akan menjumpai kalian kendati kalian berada dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (QS. an-Nisa’ [4]: 78).

Ayat ini menegaskan, jika orang berupaya menghindar dari kematian—dengan jalan membentengi diri dari apa saja yang dia sangka menjadi sebab datangnya kematian seakan dia berlindung dalam benteng yang tinggi lagi sangat kokoh sekalipun—maka hal itu tidak akan bisa menghindarkannya dari kematian. Sebab, semua yang disangka sebagai sebab maut itu baik berupa sakit, perang, dsb, sejatinya bukanlah sebab maut. Semua itu hanyalah kondisi yang didalamnya kadang terjadi kematian, namun kadang juga tidak.

Tidak ada komentar: